A. Kebijakan K3
Kebijakan
merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen seperti manajemen
lingkungan, manajemen mutu, dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari semua
sistem, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu
usaha. Karena itu OHSAS 18001 mensyaratkan ditetapkannya kebijakan K3 dalam
organisasi oleh manajemen Puncak.
Oleh karena
itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan
mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3
yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
Frank Bird dalam bukunya "commitment"
menyebutkan bahwa komitmen adalah niat atau tekad untuk melaksanakan sesuatu
yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan. Tekad dan
keinginan tersebut, akan tercemin dalam sikap dan tindakannya tentang K3. Tanpa
komitmen dari semua unsur dalam organisasi, khususnya para pimpinan,
pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar ucapan
tetapi harus di wujudkan secara nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh
pimpinan dan manajemen dalam K3 antara lain :
- Dengan memenuhi semua, ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratan K3 lainnya.
- Memasukan isu K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
- Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
- Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti pertemuan keselamatan, kampanye, keselamatan, dan kesehatan kerja, pertemuan audit K3.
- Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang diperlukan untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
- Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
B. Kriteria kebijakan K3
suatu kebijakan K3 baik disyaratkan memenuhi kriteria sebagai berikut :
suatu kebijakan K3 baik disyaratkan memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Sesuai dengan sifat dan skala rasio K3
organisasi
Kebijakan
K3 adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga harus disesuaikan dengan sifat dan skala
organisasi.
b) Mencakup komitmen untuk peningkatan
berkelanjutan
Dalam
kebijakan K3 harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. Aspek K3 tidak statis karena
berkembang sejalan dengan teknologi,
operasi dan proses produksi. Oleh karena itu kinerja K3 harus terus menerus ditingkatkan selama organisasi beroperasi.
c) Termasuk adanya komitmen untuk sekurang-kurangnya memenuhi perundangan K3 yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi
c) Termasuk adanya komitmen untuk sekurang-kurangnya memenuhi perundangan K3 yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi
Hal
ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua persyaratan dan norma K3,baik yang
disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk
praktis atau standar yang berlaku bagi aktivitasnya.
d) Didokumentasikan, dimplementasikan dan
dipelihara
Kebijakan
K3 harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan lisan atau pernyataan manajemen,
tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui
dan dibaca oleh semua pihak berkepentingan.
e) Dikomunikasikan
Kepada
seluruh pekerja dengan maksud agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan K3, kewajiban serta
peran semua pihak dalam K3. Komunikasi kebijakan
K3 dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media, seperti website organisasi.
f) Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Kebijakan
K3 harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau aktivitas organisasi seperti konsumen,
pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis, pemodal. Dengan mengetahui kebijak K3 maka dapat mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi K3
organisasi.
g) Ditinjau ulang secara berkala
Untuk
memastikan bahwa masih relavan dan sesuai bagi organisasi. Kebijakan K3 bersifat dinamis dan harus selalu
disesuaikan dengan kondisi baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus
ditinjau secara berkala apakah masih
relavan dengan kondisi organisasi.
C. Proses Pengembangan Kebijakan K3
Banyak organisasi yang memiliki kebijakan
K3 yang indah dan tertulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering
kali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercemin dalam pelaksanaan dan
kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor penyebab antara lain karena
pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.
Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor
berikut :
a)
Kebijakan
dan objektif organisasi secara korporat
Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum
atau strategi bisnis yang ditetapkan. Sering kebijakan tidak bisa diimplementasikan karena tidak sejalan
secara menyeluruh. Misalnya rencana pengembangan produk, jasa, teknologi, dan
bisnis.
b)
Risiko
dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi
Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespon risiko
K3 yang ada dalam organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan K3 harus
mempertimbangkan faktor risiko.
c)
Peraturan
dan standard K3 yang berlaku
Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standar dan
ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis
organisasi. Kebijakan K3 harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi
persyaratan perundangang yang berlaku.
d)
Kinerja
Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3
sebelumnya, sehingga kebijakan K3 dapat menjadi pedoman untuk peningkatan
berkelanjutan. Kinerja K3 secara berkala harus dievaluasi melalui kajian
manajemen. dengan demikian, kebijakan K3 juga bersifat dinamis dan harus
disempurnakan secara berkala.
e) Persyaratan
pihak luar
Persyaratan pihak luar diminta oleh pihak lain yang
terkait dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah.
Banyak organisasi yang mensyaratkan mitra kerjanya untuk memiliki sistem
manjemen K3, termasuk adanya kebijakan K3 yang dapat mendukung objektif K3
mereka.
f) Peningkatan
berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk
peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi
masih hidup atau beroperasi. Karena itu upaya K3 harus terus menerus
ditingkatkan.
g) Ketersediaan
sumberdaya
Kebijakan K3 sering tidak dapar direalisir karena sumberdaya
organisasi tidak mendung. Sebaliknya, kebijakan K3 sering dibuat tanpa
mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga
tidak mampu direalisir. OHSAS 18001 menekankan peningkatan berkelanjutan.
Dengan demikian, target pencapaian K3 tidak harus dicapai secara instan
melampaui kemampuan organisasi untuk mencapainya.
h)
Peran
pekerja
OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam
pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan
partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan K3 dapat dilakukan misalnya
melalui komite K3, P2K3 atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa
memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.
i)
Partisipasi
semua pihak
Kebijakan K3 tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh
semua pihak dalam organisasi. Banyak terjadi kebijkan K3 yang telah
ditandatangani oleh manajemen puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka,
tidak memiliki arti dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu diperlukan peran
semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor
atau pihak eksternal lainnya.
Berdasarkan masukan yang diterima dan
dihimpun dari semua pihak, disusun kebijkan K3. Kebijakan ini harus
ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan.
Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak, misalnya
dalam bentuk brosur, internet, bulletin, pedoman K3. Kebijakan K3 harus mudah
dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua
pihak terkait dalam organisasi.
Menurut kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3
adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman dan efesien dan produktif.
Menurut OHSA 18001: 2007 OHS Management system: part of an organization’s management system
used to develop and implement its OHծS
Policy and manage OHծS
Risks.
- A Management system is a set of interrelated elements used to establish policy and objectives and to achieve those objectives.
- A Management system includes organizational structure, planning activities (including for example, risk assessment and the setting of objectives), responsibilities, practices, procedures, process and resources.
System Manajemen
K3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam
suatu system manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan,
pengukuran dan pengawasan.
Pendekatan system
manajemen K3 telah berkembang sejak tahun 80an yang dipelopori oleh pakar K3
seperti James Tye dari British Safety
Council, dan Petersen, Frank Bird dan lainnya.
Dewasa ini
terdapat berbagai bentuk system manajemen K3 yang dikembangkan oleh berbagai
lembaga dan institusi di dalam dan luar negeri antara lain:
- System manajemen Five Star dari British Safety Council, UK dikembangkan oleh lembaga K3 di inggris sekitar tahun 1970 dan digunakan diberbagai perusahaan dan institusi. Lembaga ini memberi penghargaan kepada perusahaan yang berprestasi berbentuk padang keselamatan (Sword of Honour). Beberapa perusahaan di Indonesia, seperti Pertamina dan Petrokimia telah memperoleh penghargaan ini.
- British Standard BS 8800 Guide to Occupational Health and Safety management System
- Occupational Health and Safety (OHS) Management System, OHSA,USA.
- International Safety Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV suatu system manajemen K3 yang dipelopori oleh ahli K3 dari USA Mr. Frank Bird yang mengembangkan metoda penilaian kinerja K3 yang disebut ISRS system ini memberi peringkat kinerja K3 suatu perusahaan melalui audit dan system scoring atau nilai. Di inidonesia telah banyak perusahaan yang menerapkan system ini.
- Process Safety Management, OHSA Standard CFR 29 1910.119 merupakan system manajemen K3 yang dirancang khusus untuk industry proses berisiko tinggi seperti perminyakan dan petrokimia. Di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen Keselamatan Proses (MKP) yang telah dikembangkan oleh berbagai industry dan perusahaan.
- System manajemen K3 dari Depnaker RI. System ini telah dikembangkan di Indonesia dan dimplementasikan oleh berbagai perusahaan. Auditnya dilakukan melalui sucofindo.
- American Petroleum Intitute: API9100A: model Environmental Health & Safety (EHS) management system Lembaga ini mengeluarkan pedoman tentang system manajemen keselamatan kerja dan lingkungan antara lain sebagai berikut :
- American Petroleum Intitute: APIRP750, management of Process Hazards.
- ILO-OSH 2001: guideline on OHS Management System Lembaga pemburuhan dunia ini juga mengembangkan pedoman system manajemen K3 yang banyak digunakan sebagai acuan oleh berbagai negara dana perusahaan
- E&P Forum: Guidelines for development and application of HSE management system Semua system manajemen K3 tersebut memiliki kesamaan yaitu bedasarkan proses dan fungsi manajemen modern. Yang berbeda adalah elemen implementasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Berbagai system manajemen K3
tesebut dapat digolongkan sebagai berikut.
- Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi. System manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat dilakukan melalui audit system manajemen K3.
- Di Indonesia, diberlakukan permenaker No.5 tahun 1996 tentang audit Sistem Manajemen K3 yang menetapkan kriteria untuk mengukur kinerja K3 perusahaan. DNV dengan metoda ISRS juga berfungsi sebagai alat ukur pencapaian kinerja K3 organisasi melalui peringkat dari level 1 sampai 10.
- Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi System manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan system manajemen K3. Beberapa bentuk system manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API HSEMS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HSEMS Guidelines, ISRS dari DNV, dan lainnya.
- Sebagai dasar penghargaan (awards) System manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3, penghargaan K3 diberikan baik instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword of Honour dari British Safety Council, Five Star Safety Rating System dari DNV atau National Safety Council Award, dan SMK3 dari Depnaker. Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.
- Sebagai sertifikasi Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Diakreditasi oleh suatu badan akreditasi. System sertifikasi dewasa ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia.
Mengingat
banyaknya system manajemen K3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi
tersebut, timbul kebutuhan untuk menstadarisasikan sekaligus memberikan
sertifikasi atas pencapainnya. Dari sini lahirlah system penilaian kinerja K3
yang disebut OHSAS 18000 (occupational
Health and Safety Assessment Series).
System ini dapat disertifikasikan melalui lembaga sertifikasi, dan diakui secara global. OHSAS 18001 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dan disepakati sebagai suatu standar system manajemen K3.
System ini dapat disertifikasikan melalui lembaga sertifikasi, dan diakui secara global. OHSAS 18001 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dan disepakati sebagai suatu standar system manajemen K3.
OHSAS 18000
terdiri dari dua bagian yaitu OHSAS 18002 sebagai pedoman pengembangan dan
penerapannya.
Menurut OHSAS
18001, system manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang saling terkait
untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai objektif tersebut.
System manajemen
K3 terdiri atas 2 unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen
implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana system manajemen tersebut
dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci
yang terintegrasi stu dengan lainnya membentuk satu kesatuan system manajemen.
Elemen-elemen ini
mencakup antara lain tanggung jawab wewenang, hubungan antar fungsi, aktivitas,
proses, praktis, prosedur dan sumber daya. Elemen ini dipakai untuk menetapkan
kebijakan K3, perencanaan, objektif, dan program K3.
Proses system
manajemen K3 menggunakan pendekatan PDCA (plan-do-chek-action) yaitu mulai dari
perencanaan, penerapan, pemeriksaan, dan tindakan perbaikan dengan demikian,
system manajemen K3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama
aktivitas organisasi masih berlangsung.
System manajemen
K3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan
komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3. Kebijakan K3 selanjutnya
dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik, proses K3 akan
berjalan tanpa arah (misguided),
tidak efisien, dan tidak efektif.
Bedasarkan hasil
perencanaan tersebut dilanjutkan dengan penerapan dan operasional, melalui
pengerahan semua sumber daya yang ada, serta melakukan berbagai program dan
langkah pendukung untuk mencapai keberhasilan.
Secara
keseluruhan, hasil penerapan K3 harus ditinjau ulang secara berkala oleh
manajemen puncak untuk memastikan bahwa SMK3 telah berjalan sesuai dengan
kebijakan dan strategis bisnis serta untuk mengetahui kendala yang dapat
mempengaruhi pelaksanaannya.
Dengan demikian,
organisasi dapat segera melakukan perbaikan dan langkah koreksi lainnya. G. SMK3 dan OHSAS 18001
Pemerintahan
melalui kepmenaker 05/1996 telah mengeluarkan pedoman system manajemen K3
(SMK3). Banyak pertanyaan timbul, apakah organisasi harus menerapkan lebih dari
satu system manajemen K3? Sebagai contoh menerapkan SMK3 menurut kepmenaker
05/1996, OHSAS 18001, SMK3 internal, Process
Safety Management dan lainnya.
Sebagaimana
dikemukakan di awal, berbagai institusi, lembaga atau negara telah
mengembangkan berbagai bentuk system manajemen K3. Semua system manajemen K3
tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaiamana mengelola dan
mengendalikan bahaya yang ada dalam operasi organisasi
Oleh karena itu
antara SMK3 (Depnaker) dengan system manajemen K3 lainnya (termasuk OHSAS
18001) tidak perlu dipertentangkan karena semuanya memiliki tujuan yang sama.
Menurut UU No. 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87, setiap perusahaan wajib menerapkan
wajib menerapkan system manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen
perusahaan. Undang-undang ini tidak menyebutkan apa SMK3 yang harus dijalankan.
Yang penting adalah menerapkan SMK3 di lingkungannya masing-masing.
Akan tetapi, untuk
mengetahui apakah suatu organisasi telah menerapkan system manajemen K3 dengan
baik perlu diakukan pengawasan oleh instansi berwenang. Salah satu mekanisme
pengawasan adalah dengan melakukan audit SMK3 melalui lembaga yang ditunjuk
oleh pemerintah
Hasil audit ini
menggambarkan bagaimana tingkat penerapan system manaejem K3 dalam organisasi
yang selanjutnya digunakan sebagai bagian dari pengawasan dan pembinaan
misalnya pemberian penghargaan bagi organisasi yang memiliki kinerja K3 yang
baik.
Di lain pihak
organisasi yang bergerak secara global, mungkin memerlukan pula pengakuan atas
kinerja K3 organisasi. Ha ini dapat diperoleh melalui sertifikasi OHSAS 18001
yang telah disepakati sebagai standar dlobal untuk menilai kinerja K3
organisasi.
Hubungan antara
SMK3 (Depnaker) dengan SMK3-OHSAS 18001 dapat dilihat dalam skema berikut ini.
Dari skema di atas
terlihat, bahwa pada dasarnya setiap
organisasi cukup memiliki satu system manajemen K3 yang dirancang dan
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan lingkup operasi organisasi.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, SMK3
organisasi tersebut harus memenuhi kriteria audit SMK3 (Depnaker) yang
ditetapkan untuk organisasi kecil, sedang dan besar karena bersifat mandatory.
Selanjutnyajika organisasi menginginkan sertifikasi SMK3 yang telah dijalankan,
dapat memperolehnya melalui proses audit oleh lembaga sertifikasi salah satu diantaranya
menggunakan standar OHSAS 18001.
Dengan demikian
suatu organisasi yang telah mengembangkan dan menerapkan system manajemen K3
dengan baik, seharusnya akan memenuhi kriteria baik menurut SMK3 (Depnaker)
maupun system manajemen K3 lainnya seperti OHSAS 18001.
H. Aspek hukum
Keselamatan
dan kesehatan kerja merupakan ketentuan perundangan dan memiliki landasan hukum
yang wajib dipenuhi semua pihak, baik pekerja, pengusaha atau pihak terkait
lainnya. Di indonesia banyak peraturan perundangan yang menyangkut keselamatan
dan kesehatan kerja, beberapa diantaranya:
- Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja Diberlakukan pada tanggal 12 Januari 1970 yang memuat persyaratan tentang keselamatan kerja. Dalam UU tersebut menetapkan mengenai kewajiba pengusaha, kewajiban hak tenaga kerja serta syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh organisasi.
- Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagkerjaan - Pasal 86 menyebutkan bahwa setiap organisasi wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi keselamatan tenaga kerja. - Pasal 87 mewajibkan setiap organisasi melaksanakan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya.
- Undang-undang No. 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen Di dalam perundangan ini terkandung aspek keselamatan konsumen (consumer safety) dan kesematan produk (product safety).
- Undang-undang No. 19 tahun 1999 tentang jasa konstruksi Perundangan ini berkaitan dengan keselamatan kontruksi (construction safety) dan keselamatan bangunan (building saferty) antata lain pasal 23 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pekerjaan kontruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan kontruksi.
Salah satu persyaratan OHSAS 18001 adalah integrase
SMK3 dengan system manajemen perusahaan. SMK3 harus menjadi bagian integral
dari manajemen perusahaan. SMK3 harus menjadi bagian integral dari manajemen
organisasi atau tidak tidak terpisah dan berdiri sendiri. Smk3 harus sejalan
dengan visi dan misi organisasi serta mampu mendukung proses bisnis.
Proses bisnis dalam organisasi terdiri
dari masukan-proses dan keluaran. Sebagai masukan (input) meliputi berbagai
unsur produksi seperti bahan baku, manusia, metode, modal, dan sebagainya yang
selanjutnya diproses dalam organisasi menjadi keluaran (output) yang mencakup
hasil produk, keuntungan yang diperoleh organisasi, upah yang diterima sebagai
kompensasi prestasi, serta kewajiban organisasi terhadap negara berupa pajak.
Salah satu
keluaran yang tidak diinginkan dari proses organisasi adalah dampak negative yang
menyangkut K3 seperti bahan buangan, bising, gangguan lingkungan, penyakit
akibat kerja, kecelakaan, dan sebagainya. Dampak ini harus ditekan seminimal
mungkin agar tidak menimbulkan kerugian. Untuk mengurangi dampak tersebut,
dalam proses produksi diimplementasikan berbagai standar atau best Practices yang menyangkut K3
seperti system manajemen K3.
Fungsi produksi
misalnya, pertanggung
jawab menjamin kelancaran operasi termasuk aspek keselamatan dan kesehatan
kerja. Fungsi pemasaran juga mengandung aspek keselamatan dalam menjalankan
fungsi pemasarannya. Fungsi enkinering bertanggung jawab menjamin bahwa aspek
K3 telah dipertimbangkan dalam rancang banging atau proses produksi yang
bersifat teknis.
Fungsi Sumber Daya
Manusia (SDM) harus memastikan bahwa aspek K3 menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan SDM sejak proses penerimaan, pembinaan, dan pengembangan termasuk
dalam program pelatihan.
Aspek K3 bukan
semata-mata menjadi tanggung jawab fungsi K3 dalam organisasi tetapi tanggung
jawab semua fungsi. Oleh karena itu, system Manajemen K3 harus terintegrasi
dengan system manajemen lain seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan,
security, dan operasi.
J. Kategori penerapan SMK3 dalam organisasi
Implementasi system manajemen K3 dalam
organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja K3 dengan melaksanakan upaya K3
secara efisien dan efektif sehingga risiko kecelakaan dan penyakit akibat
keerja dapat dicegah atau dikurangi.
Setiap organisasi-besar atau
kecil-memiliki risiko K3 sesuai dengan sifat dan jenis kegiatannya
masing-masing. Karena itu, mereka pasti telah menjalankan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Yang berbeda adalah kualitas implementasinya.
Dalam organisasi yang trasdisional,
program K3 mungkin telah dijalankan namun tidak dalam kerangka kesisteman yang
baik, bentuknya tidak beraturan dan acak, sehingga hasil yang dicapai juga
kurang efektif. Organisasi yang menerapkan SMK3 program implementasi tertata
dalam kerangka kesisteman yang baik sehingga hasil yang diperoleh juga lebih
baik.
Salah satu pertanyaan yang sering
timbul adalah: Perusahaan telah
menerapkan SMK3 tetapi mengapa kecelakaan masih terjadi?
Hal ini disebabkan kualitas
penerapan SMK3 di dalam perusahaan belum komprehensif. Penerapan SMK3 (OHSMS)
di dalam organisasi dapat dikategorikan sebagai berikut.
- SMK3 Virtual (Virtual OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen SMK3 dan melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak memiliki system yang mencerminan bagaimana langkah pengamanan dan pengendalian risiko dijalankan.
- SMK3 salah arah (Misguided OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen system manajemen K3 yang baik, tetapi salah arah dalam mengembangkan langkah pencegahan dan pengamanannya. Akibatnya, isu atau potensi bahaya yang bersifat kritis bagi organisasi terlewatkan.
- SMK3 Acak (Random OHSMS) artinya, organisasi yang telah menjalankan program pengendalian dan pencegahan risiko yang tepat sesuai dengan realita yang ada dalam organisasi, namun tidak memiliki elemen-elemen manajemen K3 yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan dan pengendalian tersebut berjalan dengan baik. Elemen K3 yang digunakan bersifat acak dan tidka memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
- SMK3 komprehensif (Comprehensive OHSMS). Adalah organisasi yang menerapkan dan mengikuti proses kesisteman yang baik. Elemen SMK3 dikembangkan bedasarkan hasil identifikasi risiko, dilanjutkan dengan menetapkan langkah pencegahan dan pengamanan, serta melalui proses manajemen untuk menjamin penerapannya secara baik.
Bagaiamana
bentuk system manajemen K3 yang akan dikembangkan untuk suatu organisasi?
Hal ini sangat tergantungan kepada kondisi dan lingkup
kegiatan masing-masing. OHSAS 18001 memberikan keleluasaan kepada setiap
organisasi untuk mengembangkan system manajemen K3 sesuai dengan kebutuhannya
seperti industri risiko tinggi, kereta api, penerbangan, perkapalan,
perminyakan, dan lainnya.
Kebutuhan
system manajemen K3 ditentukan oleh faktor risiko dan tingkat kerumitan yang
berkaitan dengan proses, unit kegiatan dan sifat kegiatannya.
Bagi
organisasi kecil dengan skala kegiatan yang sederhana dan risiko rendah, cukup
membangun system manajeman K3 yang sederhana dengan system pengawasan dan
pengendalian K3 yang sederhana pula. Namun untuk organisasi dengan tingkat
risiko tinggi, dengan kegiatan yang luas dan rumit, diperlukan system manajemen
K3 yang komprehensif disertai dengan system pengendalian dan pengawasan yang
intensif.
Organisasi yang hendak menerapkan SMK3 harus
mempertimbangkan hal tersebut. Jangan sekadar meniru atau mengikuti system
manajemen K3 pihak lain yang belum tentu sesuai dengan kebutuhannya.
K. Penerapan OHSAS Dalam Organisasi
Setiap organisasi harus memiliki suatu kesisteman K3 yang baik. Karena itu OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk membuat pernyataan umum mengenai penetapan dan pengembangan SMK3 dalam organisasi.
Sistem Manajemen K3 harus terintegrasi
dengan manajemen organisasi lainnya dan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing serta dengan mempertimbangkan jenis usaha, skala dan bentuk
organisasi. Sistem manajeme K3 tersebut
harus terus menerus dijalankan, dipelihara, dan didokumentasikan
sepanjang daur hidup organisasi sejak awal didirikannya sampai suatu saat
ditutup.
OHSAS 18001 menggunakan pendekatan
kesisteman mulai dari perencaaan, penerapan, pemantauan, dan tindakan perbaikan
yang mengikuti siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action)
yang merupakan proses peningkatan berkelanjutan.
OHSAS 18001 memberikan pedoman
penerapannya dengan menetapkan persyaratan sistem manajemen K3 untuk
masing-masing elemen. Dengan memenuhi pesyaratan setiap elemen tersebut, secara
otomatis sistem manajemen K3 akan berjalan menurut proses yang diinginkan.
Elemen implementasi dari sistem manajemen
K3 menurut OHSAS 18001 adalah sebagai berikut :
- Kebijakan K3
- Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan menentukan pengendaliannya
- Pesyaratan hukum dan lainnya.
- Objektif K3 dan program K3
- Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas, dan wewenang
- Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian
- Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
- Pendokumentasian
- Pengendalian dokumen
- Pengendalian operasi
- Tanggap darurat
- Pengukuran konerja dan pemantauan
- Evaluasi kesesuaian
- Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi, dan langkah pencegahan
- Pengendalian rekaman
- Internal audit
- Tinjauan manajemen
L. Lingkup SMK3
Lingkup SMK3 ditentukan
oleh beberapa faktor antara lain :
- Ukuran organisasi
- Lokasi kegiatan
- Kondisi budaya organisasi
- Jenis aktivitas organisasi
- Kewajiban hukum yang berlaku bagi organisasi
- Lingkup dan bentuk SMK3 yang telah dijalankan
- Kebijakan K3 organisasi
- Bentuk dan jenis risiko atau budaya yang dihadapi
OHSAS 18001 tidak mensyaratkan bagaimana
lingkup penerapan K3, tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing
organisasi. Karena itu, lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai
acuan bagi semua pihak. Ligkup penerapan SMK3 dapat ditetapkan berdasarkan
lokasi kegiatan, proses atau lingkup kegiatan
Siklus OHSAS 18001 :
Tenaga kerja
merupakan aset organisasi yang sangat berharga dan merupakan unsur penting
dalam proses produksi di samping unsur lainnya seperti material, mesin, dan
lingkungan kerja.
Perlindungan tenaga
kerja menyangkut berbagai aspek seperti jaminan sosial, jam kerja, upah
minimum, hak berserikat dan berkumpul dan yang tidak kalah pentingnya
keselamatan. Namun dalam kenyataannya, perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sering diabaikan, jika pekerja celaka atau tidak mampu bekerja, tinggal
mencari pengganti dengan pekerja baru. Karena itulah diperlukan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Ditingkat global,
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja juga mendapat perhatian ILO
(International Labour Organization) melalui berbagai pedoman dan konvensi
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagai anggota ILO, Indonesia telah
meratifikasi dan mengikuti berbagai standar dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja termasuk sistem Manajemen K3.
N. Aspek ekonomi
Kecelakaan
menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang
gulung tikar akibat kecelakaan, bencana atau dampak K3 yang terjadi dalam
operasinya. Dampak ekonomi dari K3 dapat dilihat dari sisi produktivitas dan
pengendalian kerugian (loss control).
- K3 dan Produktivitas
Kecelakaan mempengaruhi produktivitas
perusahaan. Di dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar
utama yaitu kuantitas, kualitas, keselamatan. Produktivitas hanya dapat dicapai
jika, ketiga unsur produktivitas berjalan seimbang.
Setiap pekerjaan, proses dan produk
memiliki persyaratan kualitas dan kuantitas yang ditetapkan baik dalam
spesifikasi teknis, ukuran, volume, kapasitas produksi atau waktu yang
diperlukan. Contoh seorang tukang bubut harus mampu menyelasaikan pembuatan
baut sebanyak 500 buah perhari dengan kualitas yang baik sesuai dengan
persyaratan mutu yang ditetapkan.
- K3 dan Pengendalian Kerugian
Banyak
kecelakaan yang tidak mengakibatkan korban manusia, tetapi hanya berupa
kerusakan sarana produksi yang disebut non
injury incident atau damge incident. Karena itu salah satu
objektif K3 adalah untuk mencegah dan mengendalikan kerugian atau sering disebut
loss ontrol management. Seorang pakar Manajemen Peter Drucker
mengemukakan bahwa ”The first duty of business is to survive, and the guiding
principle of the business economics is not maximization of profit – it is
avoidance of loss”.
Kinerja
K3 organisasi yang baik akan membantu meningkatkan daya saing perusahaan. Oleh
karena itu, perusahaan kelas dunia yang peduli K3 memiliki prinsip good safety is good bussiness. Mereka
menyadari bahwa kinerja K3 yang baik akan berakibat positif bagi bisnis perusahaan.
Mereka memperlakukan dan menilai bahwa aspek K3 setara dengan aspek lainnya
dalam organisasi.
- Kerugian Akibat Kecelakaan
Kerugian
akibat kecelakaan dikategorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan
kerugian tidak langsung (indirect cost). Contoh kerugian langsung, cedera pada
tenaga kerja dan kerusakaan pada sarana produksi. Kerugian tidak langsung
adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai
disebut kerugian tersembunyi (hidden cost) contoh kerugian tidak langsung,
kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau
ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan kosumen.
Beberapa
dampak dari kerugian langsung:
a.
Biaya pengobatan dan kompensasi
Kecelakaan
mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, dan cacat atau menimbulkan
kematian. Cedera ini mengakibatkan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus
mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang
berlaku. Menurut jamsostek, biaya kompensasi yang dikeluarkan untuk pengobatan
dan tunjangan kecelakaan selama tahun 2007 tercatat sebesar Rp. 165,96 miliar
untuk Rp. 65,474 kasus kecelakaan.
b.
Kerusakan sarana produksi
Kerugian
sarana produksi akibat kecelakaan seperi kebakaran, peledakan, dan kerusakan.
Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan kerusakan. Namun kenyataan,
asuransi tidak akan membayar seluruh kerugian yang terjadi, karena ada hal-hal
yang tidak termasuk dalam lingkup asuransi, seperti kerugian terhentinya
produksi, hilangnya kesempatan pasar atau pelanggan.
Beberapa
dampak dari kerugian tidak langsung:
a.
Kerugian Jam Kerja
Jika
terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk membantu
korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau
penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan
jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.
b.
Kerugian Produksi
Kecelakaan
membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada
pekerja. Perusahaan tidak bisa
berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat
keuntungan.
c.
Kerugian Sosial
Kecelakaan
dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap keluarga korban yang terkait
langsung, maupun langsung sosial sekitarnya. Apabila seorang pekerja mendapat
kecelakaan, keluarganya akan turut menderita.
Di
lingkup yang lebih luas, kecelakaan juga membawa dampak terhadap lingkungan
sekitarnya. Jika terjadi bencana seperti bocoran, peledakan atau kebakaran
masyarakat sekitarnya akan turut panik, atau mungkin menjadi korban. Contoh,
kasus kecelakaan di Bhopal, yang menimbulkan korban masyarakat sekitarnya lebih
dari 2.500 jiwa.
d.
Citra dan Kepercayaan Konsumen
Kecelakaan
menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak peduli
keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan. Citra organisasi sangat
penting dan menentukan kemajuan suatu usaha. Untuk membangun citra atau company
image, organisasi memerlukan perjuangan berat dan panjang.
Namun
citra ini dapat rusak dalam sekejap jika terjadi bencana atau kecelakaan lebih
jika berdampak luas. Sebagai akibatnya masyarakat akan meninggalkan bahkan
mungkin akan memboikot setiap produknya. Dalam kasus Bhopal, India tahun 1984
perusahaan Union Carbide menghadapi tuntutan masyarakat dan wajib bertanggung
jawab terhadap musibah yang ditimbulkannya.
Peristiwa
ini menunjukkan bahwa keselamatan merupakan unsur penting dalam bisnis suatu
perusahaan. Kinerja keselamatan yang rendah akan menurunkan kepercayaan
konsumen. Sebagai contoh, berbagai kcelakaan yang menimpa dunia penerbangan di
Indonesia yang telah menurunkan kepercayaan masyarakat International yang
berbuntut dilarangnya maskapai penerbangan Indonesia terbang ke negara-negara
Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar