Senin, 19 Juni 2017

Manajemen K3 dalam Sistem OHSAS 18001

Hasil gambar untuk ohsas 18001 


       A. Kebijakan K3

     Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen seperti manajemen lingkungan, manajemen mutu, dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari semua sistem, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu usaha. Karena itu OHSAS 18001 mensyaratkan ditetapkannya kebijakan K3 dalam organisasi oleh manajemen Puncak.
     Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
Frank Bird dalam bukunya "commitment" menyebutkan bahwa komitmen adalah niat atau tekad untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan. Tekad dan keinginan tersebut, akan tercemin dalam sikap dan tindakannya tentang K3. Tanpa komitmen dari semua unsur dalam organisasi, khususnya para pimpinan, pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar ucapan tetapi harus di wujudkan secara nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pimpinan dan manajemen dalam K3 antara lain :

  • Dengan memenuhi semua, ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratan K3 lainnya.
  • Memasukan isu K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
  • Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
  • Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti pertemuan keselamatan, kampanye, keselamatan, dan kesehatan kerja, pertemuan audit K3.
  • Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang diperlukan untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
  • Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
     B. Kriteria kebijakan K3

        suatu kebijakan K3 baik disyaratkan memenuhi kriteria sebagai berikut :

           a)  Sesuai dengan sifat dan skala rasio K3 organisasi
                Kebijakan K3 adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga                                       harus disesuaikan dengan sifat dan skala organisasi.

           b)  Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
    Dalam kebijakan K3 harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan berkelanjutan.             Aspek K3 tidak statis karena berkembang sejalan dengan teknologi, operasi dan proses             produksi. Oleh karena itu kinerja K3 harus terus menerus ditingkatkan selama organisasi         beroperasi.

c) Termasuk adanya komitmen untuk sekurang-kurangnya memenuhi perundangan K3 yang         berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi
    Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua persyaratan dan             norma K3,baik yang disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau                   standar yang berlaku bagi aktivitasnya.


d) Didokumentasikan, dimplementasikan dan dipelihara
    Kebijakan K3 harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan                 lisan atau pernyataan manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan                 dibaca oleh semua pihak berkepentingan.


e) Dikomunikasikan
    Kepada seluruh pekerja dengan maksud agar pekerja memahami maksud dan tujuan                 kebijakan K3, kewajiban serta peran semua pihak dalam K3. Komunikasi kebijakan K3           dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media, seperti website organisasi.


 f) Tersedia bagi pihak lain yang terkait
     Kebijakan K3 harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau                            aktivitas organisasi seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis,                    pemodal. Dengan mengetahui kebijak K3 maka dapat mengantisipasi, mendukung atau            mengapresiasi K3 organisasi.


 g) Ditinjau ulang secara berkala
     Untuk memastikan bahwa masih relavan dan sesuai bagi organisasi. Kebijakan K3                    bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan kondisi baik internal maupun                   eksternal organisasi.  Karena itu harus ditinjau secara berkala apakah masih relavan                  dengan kondisi organisasi.

      C. Proses Pengembangan Kebijakan K3

     Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3 yang indah dan tertulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercemin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.
Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor berikut :

a)    Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat
Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan. Sering kebijakan tidak bisa diimplementasikan karena tidak sejalan secara menyeluruh. Misalnya rencana pengembangan produk, jasa, teknologi, dan bisnis.

b)    Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi
Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespon risiko K3 yang ada dalam organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor risiko.

c)    Peraturan dan standard K3 yang berlaku
Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan K3 harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi persyaratan perundangang yang berlaku.

d)    Kinerja
Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3 sebelumnya, sehingga kebijakan K3 dapat menjadi pedoman untuk peningkatan berkelanjutan. Kinerja K3 secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen. dengan demikian, kebijakan K3 juga bersifat dinamis dan harus disempurnakan secara berkala.

 e)    Persyaratan pihak luar
Persyaratan pihak luar diminta oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah. Banyak organisasi yang mensyaratkan mitra kerjanya untuk memiliki sistem manjemen K3, termasuk adanya kebijakan K3 yang dapat mendukung objektif K3 mereka.

  f)   Peningkatan berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi. Karena itu upaya K3 harus terus menerus ditingkatkan.

  g)  Ketersediaan sumberdaya
Kebijakan K3 sering tidak dapar direalisir karena sumberdaya organisasi tidak mendung. Sebaliknya, kebijakan K3 sering dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir. OHSAS 18001 menekankan peningkatan berkelanjutan. Dengan demikian, target pencapaian K3 tidak harus dicapai secara instan melampaui kemampuan organisasi untuk mencapainya.

  h)  Peran pekerja
OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan K3 dapat dilakukan misalnya melalui komite K3, P2K3 atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.

   i)  Partisipasi semua pihak
Kebijakan K3 tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Banyak terjadi kebijkan K3 yang telah ditandatangani oleh manajemen puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka, tidak memiliki arti dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu diperlukan peran semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor atau pihak eksternal lainnya.

   Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak, disusun kebijkan K3. Kebijakan ini harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan. Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak, misalnya dalam bentuk brosur, internet, bulletin, pedoman K3. Kebijakan K3 harus mudah dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam organisasi.

      D. Pengertian SMK3


   Menurut kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman dan efesien dan produktif.
   Menurut OHSA 18001: 2007 OHS Management system: part of an organization’s management system used to develop and implement its OHծS Policy and manage OHծS Risks.
  •  A Management system is a set of interrelated elements used to establish policy and objectives and to achieve those objectives.
  •  A Management system includes organizational structure, planning activities (including for example, risk assessment and the setting of objectives), responsibilities, practices, procedures, process and resources.
System Manajemen K3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu system manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan.
Pendekatan system manajemen K3 telah berkembang sejak tahun 80an yang dipelopori oleh pakar K3 seperti James Tye dari British Safety Council, dan Petersen, Frank Bird dan lainnya.
Dewasa ini terdapat berbagai bentuk system manajemen K3 yang dikembangkan oleh berbagai lembaga dan institusi di dalam dan luar negeri antara lain:
  • System manajemen Five Star dari British Safety Council, UK dikembangkan oleh lembaga K3 di inggris sekitar tahun 1970 dan digunakan diberbagai perusahaan dan institusi. Lembaga ini memberi penghargaan kepada perusahaan yang berprestasi berbentuk padang keselamatan (Sword of Honour). Beberapa perusahaan di Indonesia, seperti Pertamina dan Petrokimia telah memperoleh penghargaan ini.
  • British Standard BS 8800 Guide to Occupational Health and Safety management System
  •  Occupational Health and Safety (OHS) Management System, OHSA,USA.
  • International Safety Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV suatu system manajemen K3 yang dipelopori oleh ahli K3 dari USA Mr. Frank Bird yang mengembangkan metoda penilaian kinerja K3 yang disebut ISRS system ini memberi peringkat kinerja K3 suatu perusahaan melalui audit dan system scoring atau nilai. Di inidonesia telah banyak perusahaan yang menerapkan system ini.
  • Process Safety Management, OHSA Standard CFR 29 1910.119 merupakan system manajemen K3 yang dirancang khusus untuk industry proses berisiko tinggi seperti perminyakan dan petrokimia. Di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen Keselamatan Proses (MKP) yang telah dikembangkan oleh berbagai industry dan perusahaan.
  • System manajemen K3 dari Depnaker RI.  System ini telah dikembangkan di Indonesia dan dimplementasikan oleh berbagai perusahaan. Auditnya dilakukan melalui sucofindo.
  • American Petroleum Intitute: API9100A: model Environmental Health & Safety (EHS) management system                                                                                                                            Lembaga ini mengeluarkan pedoman tentang system manajemen keselamatan kerja dan lingkungan antara lain sebagai berikut :
  • American Petroleum Intitute: APIRP750, management of Process Hazards.                     
  • ILO-OSH 2001: guideline on OHS Management System                                                               Lembaga pemburuhan dunia ini juga mengembangkan pedoman system manajemen K3 yang banyak digunakan sebagai acuan oleh berbagai negara dana perusahaan
  • E&P Forum: Guidelines for development and application of HSE management system Semua system manajemen K3 tersebut memiliki kesamaan yaitu bedasarkan proses dan fungsi  manajemen modern. Yang berbeda adalah elemen implementasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

     E. Tujuan SMK3


Berbagai system manajemen K3 tesebut dapat digolongkan sebagai berikut.
  • Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi. System manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat dilakukan melalui audit system manajemen K3.
  • Di Indonesia, diberlakukan permenaker No.5 tahun 1996 tentang audit Sistem Manajemen K3 yang menetapkan kriteria untuk mengukur kinerja K3 perusahaan. DNV dengan metoda ISRS juga berfungsi sebagai alat ukur pencapaian kinerja K3 organisasi melalui peringkat dari level 1 sampai 10.
  •  Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi                                                                      System manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan system manajemen K3. Beberapa bentuk system manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API HSEMS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum  (OGP) HSEMS Guidelines, ISRS dari DNV, dan lainnya.
  • Sebagai dasar penghargaan (awards)                                                                                        System manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3, penghargaan K3 diberikan baik instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword of Honour dari British Safety Council, Five Star Safety Rating System dari DNV atau National Safety Council Award, dan SMK3 dari Depnaker. Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.
  •  Sebagai sertifikasi                                                                                                                  Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Diakreditasi oleh suatu badan akreditasi. System sertifikasi dewasa ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia.
Mengingat banyaknya system manajemen K3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi tersebut, timbul kebutuhan untuk menstadarisasikan sekaligus memberikan sertifikasi atas pencapainnya. Dari sini lahirlah system penilaian kinerja K3 yang disebut OHSAS 18000 (occupational Health and Safety Assessment Series).
System ini dapat disertifikasikan melalui lembaga sertifikasi, dan diakui secara global. OHSAS 18001 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dan disepakati sebagai suatu standar system manajemen K3.
OHSAS 18000 terdiri dari dua bagian yaitu OHSAS 18002 sebagai pedoman pengembangan dan penerapannya.

     F.  Proses SMK3

Menurut OHSAS 18001, system manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang saling terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai objektif tersebut.
System manajemen K3 terdiri atas 2 unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana system manajemen tersebut dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci yang terintegrasi stu dengan lainnya membentuk satu kesatuan system manajemen.
Elemen-elemen ini mencakup antara lain tanggung jawab wewenang, hubungan antar fungsi, aktivitas, proses, praktis, prosedur dan sumber daya. Elemen ini dipakai untuk menetapkan kebijakan K3, perencanaan, objektif, dan program K3.
Proses system manajemen K3 menggunakan pendekatan PDCA (plan-do-chek-action) yaitu mulai dari perencanaan, penerapan, pemeriksaan, dan tindakan perbaikan dengan demikian, system manajemen K3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih berlangsung.
System manajemen K3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3. Kebijakan K3 selanjutnya dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik, proses K3 akan berjalan tanpa arah (misguided), tidak efisien, dan tidak efektif.
Bedasarkan hasil perencanaan tersebut dilanjutkan dengan penerapan dan operasional, melalui pengerahan semua sumber daya yang ada, serta melakukan berbagai program dan langkah pendukung untuk mencapai keberhasilan.
Secara keseluruhan, hasil penerapan K3 harus ditinjau ulang secara berkala oleh manajemen puncak untuk memastikan bahwa SMK3 telah berjalan sesuai dengan kebijakan dan strategis bisnis serta untuk mengetahui kendala yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya.
       Dengan demikian, organisasi dapat segera melakukan perbaikan dan langkah koreksi lainnya. 

       G. SMK3 dan OHSAS 18001


Pemerintahan melalui kepmenaker 05/1996 telah mengeluarkan pedoman system manajemen K3 (SMK3). Banyak pertanyaan timbul, apakah organisasi harus menerapkan lebih dari satu system manajemen K3? Sebagai contoh menerapkan SMK3 menurut kepmenaker 05/1996, OHSAS 18001, SMK3 internal, Process Safety Management dan lainnya.
Sebagaimana dikemukakan di awal, berbagai institusi, lembaga atau negara telah mengembangkan berbagai bentuk system manajemen K3. Semua system manajemen K3 tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaiamana mengelola dan mengendalikan bahaya yang ada dalam operasi organisasi
Oleh karena itu antara SMK3 (Depnaker) dengan system manajemen K3 lainnya (termasuk OHSAS 18001) tidak perlu dipertentangkan karena semuanya memiliki tujuan yang sama.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87, setiap perusahaan wajib menerapkan wajib menerapkan system manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan. Undang-undang ini tidak menyebutkan apa SMK3 yang harus dijalankan. Yang penting adalah menerapkan SMK3 di lingkungannya masing-masing.
Akan tetapi, untuk mengetahui apakah suatu organisasi telah menerapkan system manajemen K3 dengan baik perlu diakukan pengawasan oleh instansi berwenang. Salah satu mekanisme pengawasan adalah dengan melakukan audit SMK3 melalui lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
Hasil audit ini menggambarkan bagaimana tingkat penerapan system manaejem K3 dalam organisasi yang selanjutnya digunakan sebagai bagian dari pengawasan dan pembinaan misalnya pemberian penghargaan bagi organisasi yang memiliki kinerja K3 yang baik.
Di lain pihak organisasi yang bergerak secara global, mungkin memerlukan pula pengakuan atas kinerja K3 organisasi. Ha ini dapat diperoleh melalui sertifikasi OHSAS 18001 yang telah disepakati sebagai standar dlobal untuk menilai kinerja K3 organisasi.
Hubungan antara SMK3 (Depnaker) dengan SMK3-OHSAS 18001 dapat dilihat dalam skema berikut ini.

 Gambar terkait



Dari skema di atas  terlihat, bahwa pada dasarnya setiap organisasi cukup memiliki satu system manajemen K3 yang dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan lingkup operasi organisasi.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, SMK3 organisasi tersebut harus memenuhi kriteria audit SMK3 (Depnaker) yang ditetapkan untuk organisasi kecil, sedang dan besar karena bersifat mandatory. Selanjutnyajika organisasi menginginkan sertifikasi SMK3 yang telah dijalankan, dapat memperolehnya melalui proses audit oleh lembaga sertifikasi salah satu diantaranya menggunakan standar OHSAS 18001.
Dengan demikian suatu organisasi yang telah mengembangkan dan menerapkan system manajemen K3 dengan baik, seharusnya akan memenuhi kriteria baik menurut SMK3 (Depnaker) maupun system manajemen K3 lainnya seperti OHSAS 18001. 

      H. Aspek hukum

     Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan ketentuan perundangan dan memiliki landasan hukum yang wajib dipenuhi semua pihak, baik pekerja, pengusaha atau pihak terkait lainnya. Di indonesia banyak peraturan perundangan yang menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja, beberapa diantaranya:
  • Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja                                 Diberlakukan pada tanggal 12 Januari 1970 yang memuat persyaratan tentang keselamatan kerja. Dalam UU tersebut menetapkan mengenai kewajiba pengusaha, kewajiban hak tenaga kerja serta syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh organisasi. 
  • Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagkerjaan                                                      -  Pasal 86 menyebutkan bahwa setiap organisasi wajib menerapkan upaya keselamatan dan         kesehatan kerja untuk melindungi keselamatan tenaga kerja.                                                       - Pasal 87 mewajibkan setiap organisasi melaksanakan Sistem Manajemen K3 yang                     terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya. 
  • Undang-undang No. 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen                                     Di dalam perundangan ini terkandung aspek keselamatan konsumen (consumer safety) dan kesematan produk (product safety).
  • Undang-undang No. 19 tahun 1999 tentang jasa konstruksi                                        Perundangan ini berkaitan dengan keselamatan kontruksi (construction safety) dan keselamatan bangunan (building saferty) antata lain pasal 23 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pekerjaan kontruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan kontruksi.

      I.  Integrasi SMK3 ke dalam Manajemen Organisasi


Salah satu persyaratan OHSAS 18001 adalah integrase SMK3 dengan system manajemen perusahaan. SMK3 harus menjadi bagian integral dari manajemen perusahaan. SMK3 harus menjadi bagian integral dari manajemen organisasi atau tidak tidak terpisah dan berdiri sendiri. Smk3 harus sejalan dengan visi dan misi organisasi serta mampu mendukung proses bisnis.
Proses bisnis dalam organisasi terdiri dari masukan-proses dan keluaran. Sebagai masukan (input) meliputi berbagai unsur produksi seperti bahan baku, manusia, metode, modal, dan sebagainya yang selanjutnya diproses dalam organisasi menjadi keluaran (output) yang mencakup hasil produk, keuntungan yang diperoleh organisasi, upah yang diterima sebagai kompensasi prestasi, serta kewajiban organisasi terhadap negara berupa pajak.
Salah satu keluaran yang tidak diinginkan dari proses organisasi adalah dampak negative yang menyangkut K3 seperti bahan buangan, bising, gangguan lingkungan, penyakit akibat kerja, kecelakaan, dan sebagainya. Dampak ini harus ditekan seminimal mungkin agar tidak menimbulkan kerugian. Untuk mengurangi dampak tersebut, dalam proses produksi diimplementasikan berbagai standar atau best Practices yang menyangkut K3 seperti system manajemen K3.
Fungsi produksi misalnya, pertanggung jawab menjamin kelancaran operasi termasuk aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Fungsi pemasaran juga mengandung aspek keselamatan dalam menjalankan fungsi pemasarannya. Fungsi enkinering bertanggung jawab menjamin bahwa aspek K3 telah dipertimbangkan dalam rancang banging atau proses produksi yang bersifat teknis.
Fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) harus memastikan bahwa aspek K3 menjadi pertimbangan dalam pengelolaan SDM sejak proses penerimaan, pembinaan, dan pengembangan termasuk dalam program pelatihan.
Aspek K3 bukan semata-mata menjadi tanggung jawab fungsi K3 dalam organisasi tetapi tanggung jawab semua fungsi. Oleh karena itu, system Manajemen K3 harus terintegrasi dengan system manajemen lain seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan, security, dan operasi.

      J. Kategori penerapan SMK3 dalam organisasi

Implementasi system manajemen K3 dalam organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja K3 dengan melaksanakan upaya K3 secara efisien dan efektif sehingga risiko kecelakaan dan penyakit akibat keerja dapat dicegah atau dikurangi.
Setiap organisasi-besar atau kecil-memiliki risiko K3 sesuai dengan sifat dan jenis kegiatannya masing-masing. Karena itu, mereka pasti telah menjalankan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Yang berbeda adalah kualitas implementasinya.
Dalam organisasi yang trasdisional, program K3 mungkin telah dijalankan namun tidak dalam kerangka kesisteman yang baik, bentuknya tidak beraturan dan acak, sehingga hasil yang dicapai juga kurang efektif. Organisasi yang menerapkan SMK3 program implementasi tertata dalam kerangka kesisteman yang baik sehingga hasil yang diperoleh juga lebih baik.
Salah satu pertanyaan yang sering timbul adalah: Perusahaan telah menerapkan SMK3 tetapi mengapa kecelakaan masih terjadi?
     Hal ini disebabkan kualitas penerapan SMK3 di dalam perusahaan belum komprehensif. Penerapan SMK3 (OHSMS) di dalam organisasi dapat dikategorikan sebagai berikut.
  • SMK3 Virtual (Virtual OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen SMK3 dan melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak memiliki system yang mencerminan bagaimana langkah pengamanan dan pengendalian risiko dijalankan.
  • SMK3 salah arah (Misguided OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen system manajemen K3 yang baik, tetapi salah arah dalam mengembangkan langkah pencegahan dan pengamanannya. Akibatnya, isu atau potensi bahaya yang bersifat kritis bagi organisasi terlewatkan.
  •  SMK3 Acak (Random OHSMS) artinya, organisasi yang telah menjalankan program pengendalian dan pencegahan risiko yang tepat sesuai dengan realita yang ada dalam organisasi, namun tidak memiliki elemen-elemen manajemen K3 yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan dan pengendalian tersebut berjalan dengan baik. Elemen K3 yang digunakan bersifat acak dan tidka memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
  • SMK3 komprehensif (Comprehensive OHSMS). Adalah organisasi yang menerapkan dan mengikuti proses kesisteman yang baik. Elemen SMK3 dikembangkan bedasarkan hasil identifikasi risiko, dilanjutkan dengan menetapkan langkah pencegahan dan pengamanan, serta melalui proses manajemen untuk menjamin penerapannya secara baik.
Bagaiamana bentuk system manajemen K3 yang akan dikembangkan untuk suatu organisasi?
     Hal ini sangat tergantungan kepada kondisi dan lingkup kegiatan masing-masing. OHSAS 18001 memberikan keleluasaan kepada setiap organisasi untuk mengembangkan system manajemen K3 sesuai dengan kebutuhannya seperti industri risiko tinggi, kereta api, penerbangan, perkapalan, perminyakan, dan lainnya.
     Kebutuhan system manajemen K3 ditentukan oleh faktor risiko dan tingkat kerumitan yang berkaitan dengan proses, unit kegiatan dan sifat kegiatannya.
     Bagi organisasi kecil dengan skala kegiatan yang sederhana dan risiko rendah, cukup membangun system manajeman K3 yang sederhana dengan system pengawasan dan pengendalian K3 yang sederhana pula. Namun untuk organisasi dengan tingkat risiko tinggi, dengan kegiatan yang luas dan rumit, diperlukan system manajemen K3 yang komprehensif disertai dengan system pengendalian dan pengawasan yang intensif.
Organisasi yang hendak menerapkan SMK3 harus mempertimbangkan hal tersebut. Jangan sekadar meniru atau mengikuti system manajemen K3 pihak lain yang belum tentu sesuai dengan kebutuhannya.

      K. Penerapan OHSAS Dalam Organisasi

Setiap organisasi harus memiliki suatu kesisteman K3 yang baik. Karena itu OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk membuat pernyataan umum mengenai penetapan dan pengembangan SMK3 dalam organisasi.
Sistem Manajemen K3 harus terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing serta dengan mempertimbangkan jenis usaha, skala dan bentuk organisasi. Sistem manajeme K3 tersebut  harus terus menerus dijalankan, dipelihara, dan didokumentasikan sepanjang daur hidup organisasi sejak awal didirikannya sampai suatu saat ditutup.
OHSAS 18001 menggunakan pendekatan kesisteman mulai dari perencaaan, penerapan, pemantauan, dan tindakan perbaikan yang mengikuti siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) yang merupakan proses peningkatan berkelanjutan.
OHSAS 18001 memberikan pedoman penerapannya dengan menetapkan persyaratan sistem manajemen K3 untuk masing-masing elemen. Dengan memenuhi pesyaratan setiap elemen tersebut, secara otomatis sistem manajemen K3 akan berjalan menurut proses yang diinginkan.
Elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 adalah sebagai berikut :
  1. Kebijakan K3
  2.  Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan menentukan pengendaliannya
  3.  Pesyaratan hukum dan lainnya.
  4. Objektif K3 dan program K3
  5. Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas, dan wewenang
  6.  Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian
  7.  Komunikasi, partisipasi dan konsultasi
  8.  Pendokumentasian
  9.  Pengendalian dokumen
  10.  Pengendalian operasi
  11. Tanggap darurat
  12. Pengukuran konerja dan pemantauan
  13.  Evaluasi kesesuaian
  14. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi, dan langkah pencegahan
  15. Pengendalian rekaman
  16. Internal audit
  17. Tinjauan manajemen

       L. Lingkup SMK3
  Lingkup SMK3 ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
  1. Ukuran organisasi
  2. Lokasi kegiatan
  3. Kondisi budaya organisasi
  4. Jenis aktivitas organisasi
  5.  Kewajiban hukum yang berlaku bagi organisasi
  6. Lingkup dan bentuk SMK3 yang telah dijalankan
  7. Kebijakan K3 organisasi
  8.  Bentuk dan jenis risiko atau budaya yang dihadapi
   OHSAS 18001 tidak mensyaratkan bagaimana lingkup penerapan K3, tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing organisasi. Karena itu, lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan bagi semua pihak. Ligkup penerapan SMK3 dapat ditetapkan berdasarkan lokasi kegiatan, proses atau lingkup kegiatan

Siklus OHSAS 18001 :

 Hasil gambar untuk k3 dalam sistem ohsas 18001



       M. Perlindungan tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan aset organisasi yang sangat berharga dan merupakan unsur penting dalam proses produksi di samping unsur lainnya seperti material, mesin, dan lingkungan kerja.
Perlindungan tenaga kerja menyangkut berbagai aspek seperti jaminan sosial, jam kerja, upah minimum, hak berserikat dan berkumpul dan yang tidak kalah pentingnya keselamatan. Namun dalam kenyataannya, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sering diabaikan, jika pekerja celaka atau tidak mampu bekerja, tinggal mencari pengganti dengan pekerja baru. Karena itulah diperlukan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Ditingkat global, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja juga mendapat perhatian ILO (International Labour Organization) melalui berbagai pedoman dan konvensi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagai anggota ILO, Indonesia telah meratifikasi dan mengikuti berbagai standar dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk sistem Manajemen K3.

Hasil gambar untuk k3 dalam sistem ohsas 18001

           N. Aspek ekonomi

Kecelakaan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat kecelakaan, bencana atau dampak K3 yang terjadi dalam operasinya. Dampak ekonomi dari K3 dapat dilihat dari sisi produktivitas dan pengendalian kerugian (loss control).
  • K3 dan Produktivitas 
Kecelakaan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Di dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama yaitu kuantitas, kualitas, keselamatan. Produktivitas hanya dapat dicapai jika, ketiga unsur produktivitas berjalan seimbang. 
Setiap pekerjaan, proses dan produk memiliki persyaratan kualitas dan kuantitas yang ditetapkan baik dalam spesifikasi teknis, ukuran, volume, kapasitas produksi atau waktu yang diperlukan. Contoh seorang tukang bubut harus mampu menyelasaikan pembuatan baut sebanyak 500 buah perhari dengan kualitas yang baik sesuai dengan persyaratan mutu yang ditetapkan.
  • K3 dan Pengendalian Kerugian
Banyak kecelakaan yang tidak mengakibatkan korban manusia, tetapi hanya berupa kerusakan sarana produksi yang disebut non injury incident atau damge incident. Karena itu salah satu objektif K3 adalah untuk mencegah dan mengendalikan kerugian atau sering disebut loss ontrol management.  Seorang pakar Manajemen Peter Drucker mengemukakan bahwa ”The first duty of business is to survive, and the guiding principle of the business economics is not maximization of profit – it is avoidance of loss”.   
Kinerja K3 organisasi yang baik akan membantu meningkatkan daya saing perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan kelas dunia yang peduli K3 memiliki prinsip good safety is good bussiness. Mereka menyadari bahwa kinerja K3 yang baik akan berakibat positif bagi bisnis perusahaan. Mereka memperlakukan dan menilai bahwa aspek K3 setara dengan aspek lainnya dalam organisasi.
  • Kerugian Akibat Kecelakaan
Kerugian akibat kecelakaan dikategorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Contoh kerugian langsung, cedera pada tenaga kerja dan kerusakaan pada sarana produksi. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai disebut kerugian tersembunyi (hidden cost) contoh kerugian tidak langsung, kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan kosumen. 

   Beberapa dampak dari kerugian langsung: 

   a.         Biaya pengobatan dan kompensasi
 Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, dan cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini mengakibatkan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku. Menurut jamsostek, biaya kompensasi yang dikeluarkan untuk pengobatan dan tunjangan kecelakaan selama tahun 2007 tercatat sebesar Rp. 165,96 miliar untuk Rp. 65,474 kasus kecelakaan.  

  b.           Kerusakan sarana produksi
Kerugian sarana produksi akibat kecelakaan seperi kebakaran, peledakan, dan kerusakan. Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan kerusakan. Namun kenyataan, asuransi tidak akan membayar seluruh kerugian yang terjadi, karena ada hal-hal yang tidak termasuk dalam lingkup asuransi, seperti kerugian terhentinya produksi, hilangnya kesempatan pasar atau pelanggan. 

   Beberapa dampak dari kerugian tidak langsung:
   a.         Kerugian Jam Kerja
 Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.

  b.          Kerugian Produksi
Kecelakaan membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan.

  c.          Kerugian Sosial
Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap keluarga korban yang terkait langsung, maupun langsung sosial sekitarnya. Apabila seorang pekerja mendapat kecelakaan, keluarganya akan turut menderita. 
Di lingkup yang lebih luas, kecelakaan juga membawa dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Jika terjadi bencana seperti bocoran, peledakan atau kebakaran masyarakat sekitarnya akan turut panik, atau mungkin menjadi korban. Contoh, kasus kecelakaan di Bhopal, yang menimbulkan korban masyarakat sekitarnya lebih dari 2.500 jiwa.

 d.         Citra dan Kepercayaan Konsumen
Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak peduli keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan. Citra organisasi sangat penting dan menentukan kemajuan suatu usaha. Untuk membangun citra  atau company image, organisasi memerlukan perjuangan berat dan panjang.
Namun citra ini dapat rusak dalam sekejap jika terjadi bencana atau kecelakaan lebih jika berdampak luas. Sebagai akibatnya masyarakat akan meninggalkan bahkan mungkin akan memboikot setiap produknya. Dalam kasus Bhopal, India tahun 1984 perusahaan Union Carbide menghadapi tuntutan masyarakat dan wajib bertanggung jawab terhadap musibah yang ditimbulkannya.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa keselamatan merupakan unsur penting dalam bisnis suatu perusahaan. Kinerja keselamatan yang rendah akan menurunkan kepercayaan konsumen. Sebagai contoh, berbagai kcelakaan yang menimpa dunia penerbangan di Indonesia yang telah menurunkan kepercayaan masyarakat International yang berbuntut dilarangnya maskapai penerbangan Indonesia terbang ke negara-negara Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manajemen K3 dalam Sistem OHSAS 18001